Tuesday, November 25, 2008

Noken Keranjang Asli Khas Papua Belum Laris Terjual

(Berita Daerah - Papua) - Noken, keranjang asli anyaman khas Papua yang multi fungsi hingga kini belum laris terjual di pasar, selain karena tersaing dengan keranjang buatan moderen yang terjual di pasar, kios dan toko juga kurangnya promosi yang dilakukan pemerintah atau lembaga lainnya.

Pantauan ANTARA di Jayapura, Rabu pagi, beberapa perempuan asli Papua menggelar noken di emperan pertokoan dan pinggiran jalan raya Achmad Yani, depan kantor Sentral Telepon Otomat yang berseberangan dengan Bank Papua di jantung Kota Jayapura. "Kami membuat karanjang Noken ini untuk dijual dengan harga yang berbeda-beda dari Rp10 ribu hingga Rp70 ribu per lembar sesuai ukurannya," kata salah seorang pengrajin Noken, Hellena Adii.

Dia menjelaskan, untuk kaum perempuan asli Papua, Noken yang elastis ini dapat mengisi ubi-ubian, keladi dan sayur mayur yang dibawa dari kebun atau hutan belantera. "Malahan, Noken ini juga dijadikan keranjang tidur bagi anak Balita yang dibawa ibunya ke kebun, pasar atau mencari makanan di tengah hutan belantera Papua," kata Helena.

Noken terbuat dari bahan dasar rotan, akar kayu atau tanaman anggrek dan kini kini noken bisa terbuat dari berbagai macam jenis benang nilon atau wol aneka warna.Motifnya juga beragam seperti bunga- bungaan, grafis, atau tulisan "AKU CINTA PAPUA". Sambil berjualan Noken, tampak jari jemari Hellena Adii tak pernah berhenti bergerak sejak sejam yang lalu.

Helaian benang kuning dan cokelat yang tampak berseliweran di pangkuannya perlahan-lahan terjalin rapi dan massif mengkuti jarum rajut yang naik turun. Motif Pulau berbentuk badan seekor burung mulai tampak. Perempuan asal Paniai berusia 28 tahun ini sedang membuat "traditional art" khas Papua itu. Bersama Hellena terlihat juga rekan perempuan lainnya Vero Pekei dan Yosiana Dow dan beberapa wanita lainnya. "Membuat dan menjual Noken sudah merupakan pekerjaan kami setiap hari untuk menopang hidup rumah tangga," kata Vero Pekei.

Bagi orang awam menganyam -menjalin benang menjadi sebuah noken memang bukanlah pekerjaan yang mudah. Noken yang dibuat bisa memakan waktu satu hingga tiga hari, tergantung ukurannya. "Rata-rata kami menjual noken ini seharga Rp75 ribu sampai Rp100 ribu per lembar. Mungkin cukup mahal tetapi harga ini masih tergolong murah jika dibandingkan dengan keringat yang kami tumpahkan untuk membuat satu Noken," kata Vero.

Dengan berjualan noken, Vero Pekei berharap dapat mewujudkan cita-cita melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi seperti STISIPOL Jayapura atau UNIYAP jurusan sosial. "Saya mau kuliah sambil menjual noken," katanya. Sementara itu, Yosiana Douw, ibu rumah tangga beranak empat ini sambil menganyam dan menjajakan noken mengakui kalau pekerjaan ini merupakan salah satu sumber nafkah bagi keluarganya. "Suami hanya petani. Jadi saya buat noken untuk kasih makan anak-anak di rumah," katanya.

Dia mengakui kalau, hingga kini pemerintah belum memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk mempromosikan Noken ke luar Papua. "Kami butuh bantuan pemerintah atau LSM untuk memperkenalkan Noken khas Papua ini ke luar tanah Papua agar semakin banyak orang berminat membeli dan memiliki noken, keranjang khas Papua," katanya.

Anyaman benang ini punya diversifikasi model. Tak hanya noken tetapi juga kalung, gelang, tempat ponsel dan topi bisa juga dihasilkan dari rajutan nilon dan wol. Produk- produk berukuran kecil tersebut dijual seharga Rp10 ribu hingga Rp70 ribu per buah atau per lembar.

Ref : Papua

No comments: