Tuesday, February 23, 2010

Ikan-Ikan Pun Dibangunkan Rumah

Kesulitan mendapatkan perumahan tampaknya tidak hanya dialami manusia saja, tetapi juga dialami ikan-ikan yang hidup di laut bebas.

Kerusakan terumbu karang yang semakin memprihatinkan mengakibatkan mahluk hidup di lautan itu, utamanya ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi serta biota laut lainnya kehilangan tempat berteduh dan berkembang biak .

Akibatnya jelas sekali adalah menurunnya potensi penangkapan ikan. Pada beberapa tempat di Sulteng, kegiatan usaha penangkapan ikan tangkap umumnya telah memasuki fase stagnasi bahkan penurunan produksi.

Di Teluk Tomini, zona penangkapan ikan terbesar di Provinsi Sulteng misalnya, ketersediaan ikan sudah masuk dalam kategori waspada karena aktivitas eksploitasi yang besar dan rusaknya ekosistem di sebagian kawasan itu.

"Ikan di teluk Tomini hari ini sudah di posisi lampu kuning. Katakanlah potensi ikannya 10, sekarang sudah sembilan yang dieksploitasi," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Hasanuddin Atjo belum lama ini.

Dia mengatakan, teluk Tomini merupakan salah satu sasaran nelayan dari berbagai negara. Bahkan, nelayan dari laut Arafura pun masuk ke wilayah ini.

Pengusaha yang terlibat dalam sektor perikanan kata dia, sudah menggunakan kapal besar untuk mengeruk potensi ikan di kawasan itu.

"Coba lihat di Gorontalo, di sana banyak kapal besar yang beroperasi. Itu tidak saja milik nelayan, tapi milik pengusaha-pengusaha besar," kata Hasanuddin.

Selain dieksploitasi, ancaman berkurangnya potensi ikan juga akibat rusaknya ekosistem di kawasan teluk Tomini.

Laman Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sumapapua (Sulawesi Maluku Papua) Kementrian Negera Lingkungan Hidup menyebutkan, kerusakan ekosistem yang parah meliputi kehancuran terumbu karang, hutan bakau, serta diperparah dengan kerusakan sejumlah daerah aliran sungai yang bermuara ke teluk Tomini.

Kerusakan itu antara lain terdapat di Taman Nasional Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo UnaUna, Sulawesi Tengah. Dikhawatirkan, kerusakan di teluk Tomini dan pulau-pulau yang mengitarinya kelak makin parah, sehingga kebanggaan menjadikan kawasan ini sebagai sokoguru kehidupan masyarakat setempat, tidak dapat tercapai.

"Sudah ada beberapa penelitian yang menyatakan kerusakan ekosistem di teluk Tomini jika tidak segera ditangani bisa merusak populasi ikan dan sumber daya hayati lainnya," kata Hasanuddin yang memperkirakan tingkat kerusakan terumbu karang dan bakau di daerahnya mencapai sekitar 50 persen.

Dampaknya dari itu semua tidak hanya dirasakan oleh mahluk hidup dan ekosistem di laut tetapi juga oleh para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari menangkap ikan di laut.

Rumah ikan

Menyikapi hal tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng mencoba sebuah alternatif konservasi sejak tahun 2008 dengan membuat terumbu karang buatan (artificial reefs), masing-masing berbentuk rumah ikan (fish home) dan `biorock`.

Rumah ikan itu berupa material beton yang dibuat sedemikian rupa dan diletakkan di dasar laut sehingga membentuk satu koloni yang mampu membentuk karang dengan cepat sekaligus memberikan perlindungan bagi populasi ikan untuk berkembang biak.

Penempatan material dilakukan pada kedalaman 10-20 meter dimana sinar matahari masih dapat menjangkau dasar perairan agar karang dapat bertumbuh dengan baik. `

Fish home` merupakan alat yang terbuat dari beton kasar untuk menarik dan mengumpulkan ikan serta tempat ikan berkembang biak, berukuran 1 x 1 x 1 meter menyerupai tong sampah terbalik.

Beton ini mempunyai banyak lubang dengan diameter yang bervariasi. Penggunaan beton kasar bertulang berfungsi agar konstruksi kokoh dalam air serta proses penempelan biota laut lebih cepat terjadi. Lubang berdiameter berbeda berfungsi sebagai tempat perlindungan ikan sekaligus sebagai tempat beberapa jenis cephalopoda bertelur.

Dari rumah ikan itu diharapkan terbentuk rantai makanan sehingga mampu menarik ikan karang atau demersal ekonomis tinggi lainnya untuk tinggal. Pada beberapa titik dilakukan pencangkokan karang untuk lebih mempercepat proses pembentukan karang.

Sedangkan biorock terbuat dari kerangka besi berbentuk terowongan dengan panjang berkisar 5-7 meter. Pada beberapa titik tertentu dilakukan pencangkokan berbagai jenis karang. Selanjutnya besi kerangka akan dialiri listrik arus lemah sebagai stimulus tumbuhnya karang.

"Pemasangan biorock lebih ditekankan pada upaya konservasi lingkungan sekaligus sebagai wahana wisata bahari terutama sebagai daerah titik penyelaman," kata. Kepala Bidang Kelautan Dinas KP Sulteng Ir. Muhlis Lamboka, S.Pi.

Dinas KP Sulawesi Tengah telah mengembangkan sistem budidaya ikan karang melalui pembangunan rumah ikan ini sejak tahun 2008 Pulau Langian, Kabupaten Tolitoli, Teluk Palu, Labean dan Marantale di Kabupaten Donggala serta kabupaten Tojo Una-Una.

Di setiap lokasi tersebut, ditempatkan puluhan rumah ikan dan biorock serta telah dibentuk kelompok-kelompok nelayan (satu kelompok per lokasi) yang akan mengelola rumah-rumah ikan tersebut.

Tahun 2010 ini, kata Hasanuddin, selain memperluas lokasi pembangunan rumah ikan, pihaknya akan melakukan penebaran ikan karang (sea ranching) di lokasi-lokasi tersebut. Ikan-ikan karang itu diharapkan berkembang biak dalam beberapa bulan, untuk kemudian dipanen oleh nelayan yang telah berkelompok.

Penangkapan akan diatur baik mengenai alat tangkap yang digunakan maupun jumlah ikan yang ditangkap, karena untuk menjaga kelangsungan penangkapan, maka alat yang digunakan harus mempunyai kualifikasi tertentu dimana ikan-ikan kecil tidak terjaring dan jumlahnya pun dibatasi.

"Kalau setiap nelayan bisa menangkap lima kilogram saja ikan karang dalam sehari, maka pendapatan mereka bisa mencapai Rp100.000/hari. Ini penghasilan yang cukup signifikan bagi nelayan pantai untuk meningkatkan kesejahteraan mereka," ujarnya.

Pola seperti ini, menurut Hasanuddin, memberi dampak berganda dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan yakin memperbaiki kesejahteraan nelayan, meningkatkan produksi perikanan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional, menambah pendapatan daerah serta menjaga kelestarian ekosistem laut.

Sumber : http://beritadaerah.com

Sunday, January 24, 2010

You are made in the battle field

Percaya atau enggak, kualitas kita dihitung dan ditimbang dari kualitas lawan-lawan yang kita hadapi sehari-hari. Kedengaran aneh ? memang aneh…tapi itulah fakta hidup kita di planet kecil ini. Setiap hari umat manusia bergumul dengan berbagai hal demi mencapai keluasan yang tertinggi, achievement yang paling baik, dan uang yang terbanyak (dengan beberapa pengecualian tentunya). Tapi sadarkah kita selain dari semua aspek kerja keras dan usaha itu, ada satu yang harus kita temukan untuk membuktikan kualitas kita…dan itu adalah musuh yang berkualitas.

Apa aja yang bisa dikategorikan sebagai “musuh berkualitas” ? ada banyak ? Anda mau contoh ? bisa dimulai dengan pertanyaan…”apa yang paling menyusahkan selama hidup Anda” ? apakah itu pekerjaan Anda ? studi Anda ? dosen killer yang pengen kita cekik ? boss Anda yang brengsek dan banyak mau ? your life sucks? rekan Anda yang nyebelin ? segala sesuatu yang bisa anda anggap “sucks”, bisa kita anggap sebagai “our biggest enemy”, or just plainly…sorry…”a pain in the ass”, dan sesuatu yang bikin kita down seharian…termenung, marah-marah sendiri…segala yang bikin semangat kita down..

Tapi sekarang kita perlu pandangan yang baru, that you are made by your enemy, untuk tepatnya, by the quality of your enemy. Kehidupan kita sehari-hari yang menyebalkan dan memuakkan adalah segala sesuatu yang dapat membuat kita berdiri semakin tegak. Bayangkan jika “a pain in my ass” gak dengan segera anda taklukkan…yah makin sakit pasti rasanya. Apakah kita bakal bengong-bengong aja dan berkata “Hey world ! my life sucks ! see ? I’ve got a pain in my ass !” nonsense ! anda gak akan pernah dapat mencabut rasa sakit itu hanya dengan koar-koar gak jelas sambil terus-menerus protes ! get up ! do something ! get active ! kick some ass ! get that pain out from your ass ! don’t be such a crybaby ! get up ! move it !

Dengan begitu…anda akan belajar bahwa rasa sakit yang anda alami bakalan menjadi sesuatu yang justru bakal membentuk anda, you will be something ! dan rasanya akan hebat ! percayalah ! ingat…”a pain is a great teacher”…dan setelah berkali-kali mengalami pertempuran hidup, anda akn belajar bahwa ternyata masih banyak yang harus anda pelajari ! more enemy to be conquered ! more enemy to be vanquished ! kalahkan dan kuasai ! Your pain and enemy will make you a big, powerful and strong stone giant ! And the whole world shall see who i am, The conqueror of my enemy ! asal jangan kebanyakan terima “pain in the ass” aja sodara…itu sih namanya gak belajar..LOL

Sumber : Hidup Gaya


Monday, December 14, 2009

Candi Singosari: Dibangun Untuk Sang Raja

Siapapun Anda yang pernah berkunjung ke kota Malang, Jawa Timur, pasti menikmati tinggal di kota pelajar yang tenang dan sejuk ini. Tapi tahukan Anda bahwa kota ini menyimpan tempat-tempat wisata historis yang menarik untuk dikunjungi?

Jika kita selalu mengidentikkan candi dengan Jawa Tengah, maka anggapan ini tidak lagi benar, karena Malang juga memilikinya. Sebuah candi yang dibangun untuk memperingati wafatnya Raja Singosari, Raja Kertanegara, telah menjadi salah satu tempat wisata di Kabupaten Malang. Candi ini adalah candi Singosari, atau candi “Singhasari”, yang merupakan bangunan tempat pemujaan raja atau leluhur raja .

Terletak di lembah yang sejuk, di sebuah desa yang tenang, di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna, candi Singosari dapat dijangkau sekitar 40 menit dari kota Malang, tepatnya di desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang (sekitar 10 km sebelah utara dari kota Malang).

Baca Selanjutnya